Sunday 19 October 2025 - 17:48
Akhlak kehidupan | mengapa niat lebih penting dari amal?

Hawzah/ Jika Anda ingin mengetahui mengapa niat yang ikhlas menjadi modal terbesar manusia di hari kiamat, Maka simaklah sebuah riwayat yang sangat menarik dari Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as.

Berita Hawzah- Imam Ali Zainal Abidin as, berkata:


اللَّهُمَّ ... وَ انْتَهِ بِنِیَّتِی إِلَی أَحْسَنِ النِّیَّاتِ. ¹

"Ya Allah .....Jadikanlah niat hamba mencapai tingkatan niat yang paling mulia."

Penjelasan:

Hawa nafsu dan Tuhan; dunia nyata dan akhirat, adalah dua tujuan yang kecenderungannya tidak dapat berkumpul dalam satu hati.
Seseorang yang seluruh tujuannya adalah hawa nafsu, dunia, cinta kedudukan, dan ketenaran, maka ia akan mengikuti tujuan tersebut dalam setiap perbuatannya. Amal dan usaha manusia tidak akan menjadi ikhlas sampai semua tujuan yang rusak itu—yang menyebabkan jauhnya diri dari Allah—dikeluarkan dari hati.
Maka dari itu, derajat dan tingkatan niat di antara manusia itu beraneka ragam, bahkan tak terhitung jumlahnya.²

Oleh karena itu, manusia harus mencurahkan seluruh upayanya di jalan penghambaan kepada Allah SWT untuk mencapai tingkatan niat yang tertinggi mungkin dicapai.

Yang semakin menegaskan pentingnya keikhlasan niat adalah bahwa karunia Allah SWT didasarkan pada niat-niat kita, bukan sekadar pada amal perbuatan kita; sebagaimana Imam Ali bin Abi Thalib as, bersabda:


عَلَی قَدْرِ اَلنِّیَّةِ تَکُونُ مِنَ اَللَّهِ اَلْعَطِیَّةُ³

"Karunia atau pemberian Allah SWT, sesuai dengan niatnya."

Orang-orang yang pernah mengalami majelis pelajaran almarhum Ayatullah Borujerdi, mereka menuturkan sebagai berikut:

Beliau (Ayatullah Borujerdi) tampak sangat bersedih dan berkata, "Usia kita telah berlalu, kita akan pergi (meninggal), namun kita tidak mampu mengirimkan bekal amal untuk diri kita sendiri."

Seorang yang hadir berkata, "Wahai Tuan, mengapa Anda berkata demikian?! Kamilah yang pantas mengucapkan kata-kata seperti itu. Alhamdulillah, anda telah meninggalkan begitu banyak peninggalan kebaikan, mendidik begitu banyak murid, mewariskan begitu banyak karya tulis, membangun masjid yang megah, mendirikan sekolah-sekolah, dan lain-lain."

Ketika orang itu selesai berbicara, Ayatullah Borujerdi membacakan hadis berikut:

أَخْلِصِ اَلْعَمَلَ فَإِنَّ اَلنَّاقِدَ بَصِیرٌ.⁴


"Lakukanlah amal perbuatanmu dengan ikhlas, karena pemeriksa amalmu (pengawas perbuatanmu) sungguh Maha Melihat dan Maha Mengetahui."

Kemudian beliau berkata: "Apa yang kau katakan? Amal harus dilakukan dengan ikhlas. Apakah kau mengira bahwa amal-amal yang dinilai tinggi menurut standar manusia, pasti akan dinilai sama di hadapan Allah?"⁵

Oleh karena itu, Imam Sajjad a.s. mengajarkan kita untuk memohon derajat niat yang tertinggi dari Allah SWT; jika seseorang telah dihiasi dengan niat-niat yang benar dan berlandaskan (keridhaan) Ilahi, menurut sabda Imam Ja'far Shadiq as., ia akan memiliki hati yang bersih (qalbun salīm).


صَاحِبُ اَلنِّیَّةِ اَلصَّادِقَةِ صَاحِبُ اَلْقَلْبِ اَلسَّلِیمِ.⁶

"Orang yang memiliki niat yang tulus (ikhlas), ia adalah pemilik hati yang bersih."

Dan sungguh, hati yang bersih (qalbun salīm) itulah yang pada hari di mana harta dan anak-anak tidak lagi berguna bagi seseorang, akan menempatkannya dalam naungan rahmat Ilahi. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an:

یَوْمَ لَا یَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ؛ إِلَّا مَنْ أَتَی اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِیمٍ.⁷

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna; kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

"Siapa pun yang di dalam amalnya tidak ada keikhlasan, ia bukanlah termasuk hamba-hamba yang istimewa di dunia ini.
Siapa pun yang pekerjaannya (amalnya) demi keridhaan (Allah), pekerjaannya akan senantiasa beroleh kemajuan (atau keberhasilan)."⁸


Catatan Kaki:

1. Shahīfah Sajjādiyyah, Doa ke-20 (Makārim al-Akhlāq).
2. Istilah-Istilah Akhlak dalam Ushul al-Kāfi, hlm. 162.
3. Ghurar al-Hikam, jil. 1, hlm. 452.
4. Kuliyat Hadis Qudsi, jil. 1, hlm. 161.
5. Kitab Ta'lim wa Tarbiyat dar Islam, hlm. 249. (dengan sedikit penyuntingan)
6. Tafsir Nūr al-Tsaqalain, jil. 4, hlm. 58.
7. Surah Asy-Syu'arā', ayat 88-89.
8. Sya'ir 'Attar Naisyaburi, Pandnāmah.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha